ZMedia

Fenomena Meme Brainrot: Ancaman Nyata bagi Kesehatan Mental Anak Muda Indonesia

Pada beberapa hari yang lalu, saat mengawasi warung hewan peliharaan milik keluarga, tiba seorang wanita bersama dua buah hatinya. Anak pertama menggunakan pakaian seragam dari tk sementara satunya lagi berpakaian seperti siswa sd menurut penilaian saya. Wanita itu tampak baru saja menjemput kedua putranya tersebut setelah mereka pulang ke rumah dari bangku pendidikan. Sambil si Ibunda mencari-cari merek makanan untuk kucing, kedua balitanya pun mendekat pada saya ditempat kasir.

Saat sudah berdiri di depan meja kasir, salah satu siswa TK memperhatikan saya lalu menjulurkan jari sambil menyebut "Ballerina Cappuccino". Di dalam hatiku terkesima bertanya-tanyalah bagaimana ia dapat mengetahuinya. Tidak hanya pada diriku sendiri, tetapi juga kepada seorang siswi SD yang kemungkinan merupakan kakak perempuannya karena agak lebih tinggi daripadanya; si siswi tersebut pun mendapat julukan serupa.

Mereka bergantian mengucapkan "Bombardilo Crocodillo," kata si anak ber-seragam TK. Anak dengan seragam SD pun langsung menimpali dengan “Tralalelo Tralala” dan melakukan gerakan tubuh aneh yang tak bisa kuartikan maknanya. Sang ibu, yang tengah asyik memilh makanan untuk kucing, tampak seperti tidak peduli atau bahkan sepertinya tak menyadari percakapan mereka; dia hanya terus melanjutkan kegiatannya dalam kesunyiannya.

Sederhananya, si ibu telah menyelesaikan pemilihan merek makanan kucing dan membayar untuk itu. Ketika dia sedang bertransaksi, tiba-tiba anak laki-lakinya yang masih duduk di tingkat pendidikan TK datang lagi ke meja kasir dan mengucapkan pada saya "Ngg Ngng Nguurr" ("Tung tung tung sahur"). Anak lainnya yang lebih besar dan memakai seragam sekolah dasar ikutan tertawa mendengarnya. Dalam hati, saya pun terkekeh sendiri dengan ucapannya tersebut sambil tersenyum padanya, batin saya berkata "Mungkin ini adalah cara unik mereka menyampaikan selamat tinggal." Setelah itu, ibu beserta kedua buah hatinya meninggalkan area kasir menuju pintu keluar supermarket.

Bila saya renungkan lagi, kelihatannya memang benar bahwa sang ibu dari dua orang anak ini sungguh tak mengerti tentang apa yang dikatakannya oleh kedua buah hatinya. Ibu itu pun tidak memberikan tanda-tanda atau kata-kata peringatan terhadap salah satu anaknya yang menyuarakan frasa kontroversial 'brain rot' yang populer di media sosial tersebut.

Kejutannya tidak berhenti sampai situ saja; saya menyaksikan bahwa fenomena serupa juga dialami oleh anak-anak yang mulai bergumul dengan meme-meme aneh tersebut. Bahkan, anak-anak di desaku pun ikut terseret ke dalam tren buruk ini dan mereka saling menyebarluaskan serta merespons meme-meme kontroversial itu kepada sesama teman. Dalam hatiku, aku berkomentar pada diri sendiri, "Setelah era telolet, tampaknya saat ini generasi muda kita telah pindah fokus menuju tren baru yaitu penyebaran meme-meme kontroversial."

Lebih dari itu, mereka tidak hanya familiar dengan meme aneh yang tersebar luas secara global seperti Bombardilo Crocodillo, Tralalelo Tralala, Ballerina Cappuccino, tetapi juga dengan meme aneh berbau politik yang baru-baru ini menjadi hits di Indonesia, antara lain Corbuziero Dagusquero, Fufubaba Fufufini, Lil lil Bahlil, serta beberapa lagi.

Bisa jadi, apabila dikonsumsi oleh remaja sudah cukup umur serta orang dewasa, meme aneh seperti "brainrot" yang sedang populer di media sosial global ataupun konten-konten politik kocak di Indonesia masih bisa ditapis sebagai hiburan. Akan tetapi, bila diterima oleh anak-anak kecil yang belum mampu menyaring pemahaman mereka dengan benar, hal tersebut tentunya akan sungguh merugikan.

Untuk meme aneh tentang politik Indonesia yang sedang populer akhir-akhir ini, bisa jadi dibuat sebagai senjata sarkastis dan sindiran dari kalangan berpengalaman menuju elite politik negeri kita. Akan tetapi, kemajuan sosmed di Tanah Air sangat cepat, serta ragam kontennya amatlah tidak teratur dan sembarangan. Kecelakaan dalam penyebarannya sungguh sering kali hingga isi yang seharusnya hanya ditujukan pada orang dewasa malahan dinikmati oleh balita, karena kurang adanya penyaringan dan pengawasan dari pihak ortu mereka.

Setelah membagikan kisah yang dialami pada paragraf pertama, sebuah pertanyaan timbul dalam benakku: Siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab atas perilaku para remaja ini? Adakah mereka hanya meniru teman-temannya? Boleh jadi disebabkan oleh dampak perangkat elektronik dan media sosial tanpa kendali? Atau bisa juga akibat ketidakpedulian orangtua terhadap materi-materi berbahaya tersebut?

Ketiganya mungkin benar, kenapa? Pertama, kebanyakan anak-anak mengetahui sesuatu dari pergaulannya dengan teman-teman sebaya mereka. Saling bertukar informasi, saling bercanda, bergurau, dan mencari hiburan. Meskipun mereka sebenarnya tidak tau, apa dampak yang di dapatkan ketika mereka saling berbagi informasi dan candaan yang melibatkan konten anomali brainrot tersebut.

Kedua, media sosial menyajikan berbagai macam informasi, mulai dari yang bermanfaat sampai yang merugikan. Sayangnya, banyak remaja tak bisa menyaring dengan benar dan langsung menelan setiap kontennya begitu saja, terutama jika konten tersebut tengah populer atau tren saat ini. Misalkan seperti meme tentang sindrom otak rusak yang lagi nge-trend itu; para pengguna hanya melihatnya sebagai lelucon karena gambarnya yang unik dan konyol serta mayoritas mengira bahwa bentuk-bentuk abnormal dalam meme tersebut cukup lucu. Mereka sama sekali tidak tahu arti sesungguhnya dari fenomena tersebut ataupun efek dan implikasinya.

Ketiga, perihal kurang peka-nya orangtua benar-benar menjadi persoalan bagi banyak anak. Kekurangan pengawasan atas materi-materi yang diakses si anak merupakan penyebab utamanya. Selanjutnya, sering kali para orang tua malah ketinggalan zaman dibandingkan dengan anak mereka sendiri sehingga cenderung meremehkan fenomena meme aneh tersebut sebagai hal biasa tanpa melihat dampak buruknya.

Keinginannya Menghindari Regresi Psikologis Si Buah Hati

Mau tahu tentang meme anomali? Apa itu brain rot? Dan bagaimana dampak buruknya bagi anak-anak? Kata "Anomali," meski baru-baru ini timbul, kini sedang populer di kalangan remaja untuk mendeskripsikan hal-hal yang janggal atau tidak sesuai dengan norma-norma umum. Di sisi lain, istilah "Brain Rot" merujuk pada kerusakan otak karena paparan konten digital rendahan atau acak-acakan dalam waktu lama tanpa henti. Hal tersebut dapat menurunkan tingkat kecerdasan dan fokus mereka.

Walau brainrot tidak merupakan diagnosa medis resmi, banyak orang percaya bahwa hal ini dapat memberikan pengaruh negatif serius pada kesejahteraan psikologis serta kemampuan kognitif individu. Sebaliknya dari tujuan untuk hiburan atau kesenangan, kadang-kadang bahan digital bisa membahayakan kesehatan mental seseorang.

Kondisi serius itu biasanya tidak disadarinya orang, karena sesekalikonten digital aneh yang bisa merusak otak kadang dibungkus menjadi konten hiburan semacam meme atau lelucon.

Bayangkan bila materi brainrot itu dijangkau oleh anak-anak, mereka yang masih kurang mampu menyaring pemikiran saat melihat serta meresapi konten digital dengan elemen-elemen brainrot. Hal ini bisa jadi membawa dampak negatif pada psikis sang anak, membuat mereka hilang rasa emosional dan kesulitan berkonsentrasi dalam menjalani aktivitas keseharian maupun hidup sebenarnya.

Sebuah kasus regresi psikologis dapat timbul saat anak-anak mengamati meme aneh bernama brainrot yang tengah populer di media sosial; akibatnya, mereka cenderung terobsesi dan sulit melupakan konten itu dalam beragam situasi sehari-hari.

Jika seorang teman melakukan hal yang dianggap aneh oleh dirinya, ia akan mengaitkannya dengan meme anomaly tersebut untuk dibandingkan. Begitu pula jika melihat objek atau situasi aneh, dia cenderung membandingkannya dengan meme keanehan yang pernah dilihatnya. Secara singkat, ini dapat membuat anak-anak menjadi lebih mudah dalam meremehkan orang lain akibat pengaruh dari meme-meme unik itu.

Penurunan kesejahteraan mental yang dialami oleh anak-anak disebabkan karena mengekspos diri pada materi-materi aneh yang menyebabkan brainrot. Hal ini membuat para remaja menjadi lelah secara mental usai melakukan aktivitas-aktivitas tanpa pemikiran atau penyaringan apapun. Betapa tidak mengalaminya penurunan? Jika apa yang sering kali mereka lihat hanyalah bahan-bahan dengan standar rendah yang mampu merusak aspek intelektual serta emosi dari anak-anak tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, fenomena meme yang disebut sebagai anomali brainrot sudah mulai diperhitungkan karena menunjukkan masalah potensial terkait pengaruh media sosial serta konten digital pada tingkat inteligensi individu (apakah mereka adalah anak-anak atau pun orang dewasa), sekaligus mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya.

Semua orang tentunya pernah merasakan dampak buruk akibat ketergantungan teknologi alias brainrot atau keroputan otak. Kehidupan harian banyak dihabiskan untuk menggunakan ponsel. Media sosial serta berbagai jenis konten digital sudah jadi bagian rutin dalam penggunaannya. Sayangnya, anak-anak sepertinya merupakan golongan dengan jumlah terbanyak yang ketagihan akan hal tersebut melalui platform-media sosial ini. Beberapa di antara mereka belum bisa menyaring mana informasi baik dan buruk dari apa pun yang dilihat.

Walaupun banyak bagian isi konten brainrot disajikan sebagai hiburan dan guyonan, namun ciri-ciri humor ini umumnya memiliki nuansa negatif. Karena alasan itu, penting bagi kita untuk menjaga diri dan lebih peka tentang pengaruh dari meme aneh brainrot tersebut. Kontrollah hal yang dapat dilihat oleh anak-anak di lingkungan kita, termasuk anak sendiri, saudara, teman, atau bahkan tetangga muda kita.

Peringatkanlah bahwa sebagian besar dari meme anomali brainrot merupakan konten yang dapat membahayakan. Mengapa demikian? Sebab meme-meme tersebut mungkin menyuguhkan hiburan bagi anak-anak tetapi juga memiliki potensi untuk merusak kemampuan mereka dalam menentukan batasan antara dunia nyata dengan imajinasi khususnya apabila diakses tanpa kendali.