
Pemerintah Belum Menentukan Kelanjutan Insentif Impor Mobil Listrik CBU
JAKARTA, AsahKreasi– Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa saat ini belum ada pembicaraan terkait kelanjutan insentif untuk impor mobil listrik utuh ataucompletely built-up (CBU) di tahun mendatang.
Ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar fasilitas tersebut akan berakhir pada akhir 2025, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 yang diubah dengan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2024.
Kepala Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (ILMATAP) Kementerian Perindustrian, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyampaikan bahwa hingga kini, pihaknya belum melakukan pertemuan atau pembahasan dengan kementerian atau lembaga lain terkait kelanjutan insentif tersebut. “Sampai hari ini, kami sampaikan kepada seluruh rekan-rekan, kami belum pernah sama sekali mengadakan rapat dengan kementerian/lembaga lain mengenai keberlanjutan insentif ini,” ujar Tunggul.
"Maka kita dapat mengasumsikan, karena belum ada rapat dan diskusi, maka sesuai aturan insentif ini akan berakhir," tambahnya.
Aturan Mengenai Insentif Impor Kendaraan Listrik
Berdasarkan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 yang diubah dengan Peraturan Menteri Investasi Nomor 1 Tahun 2024, mulai Februari 2024 pemerintah memberikan insentif berupa penghapusan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk impor mobil listrik berbasis baterai (BEV) dalam keadaan utuh.
Namun, setiap produsen yang menggunakan fasilitas ini harus menyediakan jaminan berupa surat keterangan bank dan berkomitmen untuk memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan rasio 1:1 setelah melakukan impor.
Kebijakan tersebut berlaku sampai bulan Desember tahun 2025.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks yang diberikan: 1. Selanjutnya, selama periode 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen yang terlibat dalam program ini harus mematuhi komitmen produksi lokal sesuai dengan peta jalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 2. Dalam jangka waktu 1 Januari 2026 sampai 31 Desember 2027, produsen yang mengikuti program ini diwajibkan untuk memenuhi target produksi dalam negeri sesuai dengan arah pengembangan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 3. Untuk masa 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen yang berpartisipasi dalam program ini harus menjalankan komitmen produksi lokal sesuai dengan rancangan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 4. Mulai tanggal 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen yang terdaftar dalam program ini wajib memenuhi kewajiban produksi dalam negeri sesuai dengan peta jalan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). 5. Pada periode 1 Januari 2026 sampai 31 Desember 2027, produsen yang ikut dalam program ini harus memenuhi persyaratan produksi lokal sesuai dengan panduan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Jika tidak, dana jaminan yang disetor akan hilang atau diklaim oleh negara.
Investasi serta Pabrik Peserta Insentif
Kementerian Perindustrian mencatat adanya enam perusahaan otomotif yang ikut serta dalam program insentif CBU ini, dengan total rencana investasi sebesar Rp 15,5 triliun dan kapasitas produksi hingga 305.000 unit per tahun. “Dari keenam perusahaan tersebut, terdapat dua perusahaan yang melakukan perakitan denganassemblerlokal, yaitu Geely dan PT Era Industri Otomotif (Xpeng)," kata Tunggul. "Selanjutnya terdapat dua perusahaan yang melakukan ekspansi produksi serta dua perusahaan yang membangun pabrik baru, yakni BYD dan VinFast," tambahnya.
Perusahaan PT BYD Auto Indonesia rencananya akan menanamkan dana sebesar Rp 11,26 triliun untuk kapasitas produksi sebanyak 150.000 unit, sementara perkembangan pembangunan pabrik baru mereka hanya mencapai 45 persen pada Mei 2025.
PT VinFast saat ini sedang membangun pabrik baru yang telah mencapai progres sebesar 77 persen pada Agustus 2025 dengan kapasitas produksi sebanyak 50.000 unit.
Di sisi lain, PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif (Xpeng) memutuskan untuk berkolaborasi dengan perusahaan perakit lokal, PT Handal Indonesia Motor.
Beberapa perusahaan lain, seperti PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi Baru, melakukan pengembangan terhadap fasilitas yang sudah ada, dengan beberapa di antaranya telah siap beroperasi.
Masalah yang Dihadapi Produsen Kendaraan Listrik
Situasi ini menimbulkan tantangan bagi merek-merek asal Tiongkok yang masih tergantung pada impor, mengingat penyelesaian fasilitas produksi kemungkinan sulit tercapai pada akhir tahun 2025, sehingga akan mengalami keterlambatan.
Sementara masa berlaku insentif akan berakhir dalam waktu kurang dari empat bulan.
Sebagai contoh, BYD telah mencatat penjualan sebanyak 16.532 unit dan impor sekitar 20.795 unit kendaraan listrik hingga Juli 2025, tanpa memasukkan submerek Denza yang menambah sekitar 7.800 unit.
Data menunjukkan bahwa Aion mencatat 3.000 unit, Geely sebanyak 1.500 unit, Citroën dengan 839 unit, Xpeng 75 unit, dan Maxus 66 unit.
Ini memberi kesempatan kepada produsen merek Tiongkok untuk mengajukan lobi kepada pemerintah agar mengeluarkan kebijakan yang memperpanjang insentif atau target operasional pabrik hingga awal 2026, guna menjaga kelangsungan distribusi dan aktivitas bisnis di Indonesia.
Potensi Penerimaan Pajak bagi Pemerintah
Di sisi lain, pemerintah yang sedang berupaya meningkatkan pendapatan dapat memperoleh manfaat keuangan jika insentif benar-benar berakhir sesuai jadwal.
Dengan asumsi pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah sekitar 10–15 persen dari harga jual, potensi pendapatan negara bisa mencapai ratusan miliar hingga beberapa triliun rupiah setiap tahunnya.
Sebagai contoh, penjualan mobil listrik yang mengikuti program insentif impor CBU di Indonesia diperkirakan mencapai 34.000 unit sepanjang tahun 2024, atau sekitar 76 persen dari keseluruhan pasar nasional yang berjumlah 44.557 unit.
Jika harga jual rata-rata mencapai Rp 350 juta per unit, besarnya penerimaan yang bisa diperoleh dari PPN dan PPnBM yang ditangguhkan dapat mencapai kisaran Rp 1,2 triliun hingga Rp 1,8 triliun.
Selama bulan Januari hingga Juli 2025, total penjualan dari produsen yang terlibat dalam kebijakan bebas impor CBU kendaraan listrik mencapai sekitar 28.257 unit (sekitar 68 persen dari keseluruhan pasar), serta potensi pendapatan pajak telah berada di kisaran Rp 989 miliar hingga Rp 1,4 triliun.
Dengan demikian, berakhirnya insentif impor mobil listrik pada akhir 2025 bisa menjadi "buah yang mudah dipetik" aliaslow hanging fruituntuk pemerintah dalam menambah kekayaan negara.