
PALANGKA RAYA, AsahKreasi- Dalam suasana pameran seni lukis dengan tema “Garis Waktu: Jejak Rasa dalam Lintasan Karya” yang berlangsung di Galeri Seni Eko YES, Palangka Raya, Rokhyat (59) berdiri di depan karyanya yang penuh makna, Senin (25/8/2025).
Lelaki dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini mengenakan kaos oblong dan celana olahraga, namun keistimewaannya terlihat melalui karya-karyanya yang menarik.
Lukisan terbaru Rokhyat, “Dalang Tikus”, kembali mendapat perhatian setelah karya sebelumnya, “Tikus Dalam Garuda”, menjadi viral di awal 2025.
Di pameran ini, kedua karya tersebut ditampilkan dalam satu ruang yang dipisahkan oleh dinding kayu vertikal, seakan-akan menjadi lambang penjara.
Lukisan “Dalang Tikus” dipamerkan di sisi kiri ruangan, sedangkan “Tikus Dalam Garuda” ditempatkan di bagian belakang ruangan, tepat berhadapan dengan pintu masuk. Pengunjung hanya dapat melihatnya melalui sekat kayu vertikal yang dibuat menyerupai kandang.
"Batasan-batasan ini agar kita sebagai manusia, sebagai makhluk sosial, merasa nyaman, karena kita manusia bukan binatang buas," ujar Rokhyat, menjelaskan filosofi di balik pameran tersebut.
Simbolisme yang Memikat
Di dalam karya seni "Dalang Tikus" dengan ukuran 200×150 sentimeter, pandangan pengunjung langsung tertarik pada gambar tikus yang berperan sebagai dalang.
Secara keseluruhan, tikus yang menjadi dalang berada di dada burung garuda. Di sisi kanan burung garuda, masih terdapat sembilan tikus yang tersembunyi di balik bulu-bulu sayapnya.
Di sebelah kiri, terdapat dua boneka wayang yang terdiri dari lima tikus dan satu tikus yang membawa tas.
Semua tikus dalam gambar digambarkan mengenakan dasi merah, kecuali dalang yang digambarkan dari belakang dengan tiga kepala tikus di bajunya yang berpola batik.
Pemimpin pewayangan tampak duduk di atas kursi dan mengendalikan gerakan tikus-tikus hanya dengan kedua tangannya.
Burung garuda tampak menangis darah dengan mulut yang terbuka lebar. Di atas kepalanya, tergantung topi pemberontak kemerdekaan dengan bendera merah putih yang berkibar, diikat pada tiang dari bambu.
Menurut Rokhyat, kedua karya seni tersebut dipamerkan seakan-akan berada di dalam penjara, yang merupakan simbol dari aturan yang membatasi perilaku seseorang dalam kehidupan.
"Batasan-batasan ini agar kita sebagai manusia, sebagai makhluk sosial, merasa nyaman, karena kita manusia bukan binatang buas, bukan makhluk yang lain, kita adalah makhluk sosial yang terus berkembang dalam pikiran dan tindakan," kata pria yang lahir pada 9 Oktober 1965 ini.
Anak dari pelukis terkenal asal Kalimantan, Samson Mastur, menjelaskan bahwa sekat kayu yang dibuat secara vertikal seolah-olah seperti penjara bukanlah sebuah penjara, melainkan simbol dari aturan.
Menurutnya, terdapat individu-individu yang mematuhi aturan dan juga ada yang melanggarnya secara terbuka.
"Kehidupan ini dinamis, seseorang bisa melakukan hal baik (sesuai aturan) hari ini, tetapi besok tidak mampu (melakukan hal baik lagi), memang begitu, tapi hal itu bukan alasan untuk terus melanggar (aturan)," katanya.
Lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, yang kini dikenal sebagai Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, menjelaskan bahwa simbolisme tikus yang kembali ia gunakan dalam karya terbarunya merupakan makhluk yang masih belum diketahui manfaatnya oleh manusia.
"Ia (tikus) dalam kehidupan ini sering terkait dengan hal-hal negatif, seperti tikus suka menggerogoti, merusak benda, serta membuang kotoran sembarangan," katanya sambil sedikit tertawa.
Namun, dari ketidakbermaknaan tersebut, tikus ingin berkontribusi. Akhirnya mereka bergabung dengan tikus-tikus lainnya membentuk kelompok agar bisa bertahan di antara hewan-hewan lainnya.
"Tikus ini melambangkan orang-orang yang tidak kuat, misalnya tidak tahan dalam kehidupan sosial, seperti tidak kaya takut diabaikan, tidak mampu merasa malu, itu merupakan kelemahan, yang memengaruhi jiwa, sehingga membuat mereka terlalu fokus pada diri sendiri, hingga tidak memperhatikan orang lain," jelas suami dari Suharti ini.
Kekecewaan yang Mendalam
Burung Garuda dalam karya Rokhyat bukan sekadar lambang negara, melainkan simbol keperkasaan dan kegagahan.
"Garuda merupakan lambang keperkasaan, dengan memakai simbol Garuda, orang menjadi lebih percaya diri," katanya.
Namun, burung garuda dalam gambar ini juga memakai peci pejuang dan meneteskan air mata, menunjukkan rasa kecewa para pejuang terhadap situasi bangsa saat ini.
"Itu adalah simbol dari para pejuang yang melihat kondisi saat ini, mungkin ada tindakan yang kurang tepat dari visi dan misi para pejuang masa lalu," lanjut Rokhyat, menggambarkan kekhawatiran yang terdapat dalam hatinya.
Dengan karya-karyanya, ia berupaya membangkitkan kesadaran sosial dan mengajak masyarakat untuk merenung serta memahami makna dari setiap simbol yang ia sajikan.
Di setiap karyanya, Rokhyat tidak hanya memperlihatkan keindahan estetika, tetapi juga menyampaikan makna mendalam mengenai kehidupan serta prinsip-prinsip yang seharusnya kita junjung.
Karya-karyanya menjadi pengingat akan perubahan sosial yang terus berlangsung, serta tantangan yang harus dihadapi oleh setiap orang dalam masyarakat.